Ada satu fase dalam perjalanan hidup seorang hamba yang mungkin jarang dibicarakan. Fase di mana kita sudah mencoba menjadi baik, tapi justru merasa makin jauh dari kenyamanan. Bukan damai yang datang, tapi penolakan. Bukan keberkahan yang terasa, tapi kesepian. Bahkan, kadang kita merasa seperti sedang dihukum, bukan dimuliakan.
Sudah berusaha taat, shalat tepat waktu, memperbaiki akhlak, menjaga batas pergaulan, meninggalkan pekerjaan haram, menolak ajakan maksiat tapi hidup terasa lebih sunyi, berat, dan menyakitkan. Bahkan doa-doamu, yang kau panjatkan dengan linangan air mata di sepertiga malam, belum kunjung dijawab.
Dan di tengah kesunyian itu, suara kecil dalam hati mulai bertanya:
“Apakah semua ini sia-sia?”
Menjadi Baik Tidak Selalu Dihadiahi Nyaman
Kadang kita membayangkan, saat sudah memilih jalan yang benar, maka hidup akan langsung lapang. Namun kenyataannya tidak selalu begitu. Karena Allah tidak pernah menjanjikan bahwa jalan kebaikan itu bebas dari ujian. Bahkan, justru sebaliknya:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji?”
(QS. Al-Ankabut: 2)
Iman bukan pernyataan, tapi pengorbanan. Dan ujian adalah bagian dari proses pemurnian iman itu. Allah ingin melihat, apakah kita beribadah hanya saat diberi nikmat? Apakah kita tetap bertahan saat nikmat dicabut, atau justru kembali ke masa kelam karena merasa kecewa?
Burnout Spiritual Itu Nyata
Burnout bukan hanya terjadi dalam pekerjaan. Ia juga bisa muncul dalam urusan ibadah. Disebut burnout spiritual, yaitu saat kita merasa kelelahan karena sudah berusaha menjadi hamba yang taat, tapi merasa tidak dihargai. Baik oleh manusia, maupun oleh takdir.
Burnout ini biasanya muncul setelah perjuangan panjang yang tidak juga membuahkan hasil nyata. Doa yang belum terkabul, pasangan yang belum datang, utang yang belum lunas, penghasilan yang masih seret, keluarga yang belum berubah, atau hati yang tetap gersang meski terus berdzikir.
Di titik itu, kamu merasa seperti sedang berlari di tempat. Dan kamu mulai bertanya, “Apa aku sedang berada di jalan yang benar?” Jawabannya iya. Tapi kamu sedang melewati tanjakan.
Kelelahanmu Dilihat oleh Allah
Ketika kamu sedang berusaha bangkit dari masa lalu, sedang memperjuangkan hijrah, sedang memperbaiki niat lalu jatuh, menangis, dan merasa sendiri. Percayalah, Allah melihat semuanya. Bahkan ketika kamu tidak mampu berkata-kata pun, Allah tahu isi hatimu.
“Dan Rabbmu tidak pernah lupa.”
(QS. Maryam: 64)
Allah tidak melihat hasil. Dia melihat proses dan niat. Bisa jadi kamu belum sampai pada kesuksesan yang kamu bayangkan, tapi di sisi Allah, kamu sudah jauh lebih tinggi dari sebelumnya karena kamu berjuang.
Setiap kali kamu menahan amarah, setiap kali kamu mengalah demi syariat, setiap kali kamu memaafkan walau hati masih luka, itu semua adalah jihad. Dan jihad orang biasa seperti kita bukan di medan perang, tapi di medan hati.
Kebaikanmu Tidak Selalu Dipahami Manusia
Saat kamu memilih untuk tidak ikut arus. Menolak budaya toxic, menutup aurat dengan benar, tidak ikut gosip, menjaga pandangan. Kamu mungkin dianggap aneh, bahkan dijauhi. Tapi itu bukan tanda bahwa kamu salah jalan. Itu hanya tanda bahwa kamu sedang naik level.
Kadang, semakin dekat kita ke Allah, semakin sedikit teman yang kita punya. Dan itu bukan karena kamu buruk. Justru karena Allah ingin membersihkan lingkaranmu dari orang-orang yang tidak membawamu lebih dekat pada-Nya.
“Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan ganti dengan yang lebih baik.”
(HR. Ahmad)
Menyerah Itu Godaan Setan, Bukan Jalan Keluar
Setan sangat licik. Ia tidak selalu datang menggoda dengan maksiat. Kadang ia membisikkan kelelahan. Ia menunggu saat kamu rapuh, lalu membisikkan, “Lihat, hidupmu makin berat sejak jadi baik. Balik saja seperti dulu.”
Padahal dulu kamu juga tidak bahagia. Bedanya, dulu kamu jauh dari Allah, dan kini kamu sedang dekat. Maka pertahankanlah kedekatan itu.
Kesimpulan
Jika kamu merasa ingin menyerah, bukan berarti kamu buruk. Itu berarti kamu manusia. Tapi jangan turuti rasa itu. Karena ketika kamu bertahan satu langkah lagi, bisa jadi itulah langkah yang mengubah segalanya.
Ketahuilah, Allah tidak pernah menyia-nyiakan airmata hamba-Nya. Mungkin manusia tak paham sakitmu. Mungkin mereka menertawakan hijrahmu. Tapi Allah menyimpan semuanya, untuk saat yang paling tepat.
Tanggapan