Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Artikel oleh Mince Oktaviani pada Senin, 30 Juni 2025 pukul 02.01

Ketika Hijab Dibuli, Dan Maksiat Dijadikan Inspirasi: Fenomena Terbalik di Zaman Fitnah

Di zaman penuh fitnah, hijab dihina dan maksiat dipuji. Islam mengajarkan untuk istiqamah, menjaga kehormatan, dan menolak normalisasi dosa atas nama kebebasan.

Ketika Hijab Dibuli,  Dan Maksiat Dijadikan Inspirasi: Fenomena Terbalik di Zaman Fitnah
Muslim woman in hijab facing symbolic discrimination by pikisuperstar on freepik

Hari ini kita hidup di zaman yang membingungkan. Seorang wanita bercadar dianggap teroris. Seorang muslimah berhijab disebut kolot. Di saat yang sama, perempuan yang membuka aurat, pamer gaya hidup bebas, bahkan terang-terangan mengakui kehamilan di luar nikah malah dipuji sebagai berani dan inspiratif.

Mungkin kita pernah mendengar sabda Nabi ﷺ yang bunyinya, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Dusta dianggap benar, dan kebenaran dianggap dusta…” (HR. Ahmad). Maka tidakkah ini zaman yang dimaksud? Saat kebenaran dicibir, dan maksiat justru dimuliakan?

Menutup Aurat adalah Perintah, Bukan Pilihan Sosial

Dalam Islam, berhijab bukan tren atau gaya berpakaian. Ia adalah perintah Allah ﷻ yang termaktub dalam Al-Qur’an:

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka..." (QS. Al-Ahzab: 59)

Namun kini, ketaatan justru dianggap fanatisme. Padahal siapa pun yang menutup auratnya semata karena Allah, sejatinya sedang menjaga kemuliaannya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka setan akan menghiasinya.” (HR. Tirmidzi)

Bukankah menyedihkan, ketika mereka yang ingin taat malah disudutkan, dan yang membuka aurat dianggap modern dan layak diteladani?

Normalisasi Maksiat dan Narasi Palsu Kebebasan

Islam tidak melarang kasih sayang. Islam tidak melarang jujur terhadap kesalahan masa lalu. Tapi yang kini terjadi bukanlah pengakuan untuk bertaubat, melainkan normalisasi dosa.

Ketika wanita yang hamil di luar nikah tampil di podcast, dipuji sebagai ikon keberanian, dan dijadikan panutan, di mana letak pelajaran untuk generasi muda?

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan (bermaksiat).” (HR. Bukhari)

Pamer dosa dan membungkusnya sebagai konten inspiratif bukanlah keberanian. Itu adalah peringatan bahwa hati umat ini mulai tidak peka terhadap kemungkaran. Jika zina dipuja, aurat dibanggakan, dan hijab dihina, maka kita sedang melihat zaman yang disebut Nabi ﷺ dalam sabdanya:

“Di antara tanda-tanda kiamat adalah ketika perzinahan merajalela dan wanita berpakaian tapi telanjang.” (HR. Muslim)

Ujian bagi Muslimah: Tetap Istiqamah di Tengah Fitnah

Bagi para muslimah yang memilih berhijab atau bercadar, jalan ini tidak mudah. Ada ejekan, diskriminasi, bahkan ancaman. Tapi ketahuilah, semakin besar ujian, semakin tinggi pula kemuliaannya di sisi Allah.

Allah ﷻ berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Tuhan kami adalah Allah', kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan jangan bersedih hati...’" (QS. Fussilat: 30)

Jadi, meskipun dunia mencibir, tetaplah bangga mengenakan hijab karena itu adalah mahkota kehormatan, bukan simbol pengekangan. Dunia bisa berbalik, tapi kebenaran dari Allah tak akan berubah.

Toleransi Bukan Membiarkan Dosa Dinormalisasi

Sebagian orang berkata: “Jangan menghakimi, itu hidup mereka.” Islam tidak mengajarkan untuk membenci pelaku maksiat, tapi kita juga tidak boleh membiarkan kemaksiatan dijadikan norma.

Ketika masyarakat memuji dosa dan menghina ketaatan, maka kita semua sedang tersesat dalam narasi yang membolak-balikkan kebenaran. Di sinilah pentingnya amar ma’ruf nahi munkar:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 104)

Bukan untuk mencaci, tapi untuk menyelamatkan. Karena jika maksiat dianggap biasa, siapa yang akan membimbing anak-anak kita?

Kesimpulan

Zaman ini sungguh terbalik. Ketaatan menjadi bahan ejekan, dan dosa dijadikan konten inspirasi. Tapi sebagai muslim, kita tidak boleh menyerah dengan arus zaman. Kebenaran bukan ditentukan oleh opini mayoritas, tapi oleh wahyu Allah ﷻ.

Mari kita kuatkan hati, khususnya para muslimah. Jangan mundur karena hinaan. Setiap langkahmu dalam hijab, setiap tetesan keringatmu karena menjaga kehormatan, semuanya tercatat di sisi Allah.

Dan bagi kita semua, sudah saatnya introspeksi. Apakah kita termasuk yang memuliakan kebenaran? Atau justru ikut mempopulerkan maksiat atas nama kebebasan?

Semoga Allah jaga hati kita di tengah dunia yang penuh fitnah. Dan semoga kita semua kembali mencintai kebenaran, walau kadang menyakitkan, karena surga bukan untuk mereka yang mencari popularitas, tapi untuk mereka yang istiqamah dalam keimanan.

Topik