Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Berita oleh Muhammad Faishal pada Isnin, 2 Jun 2025 pada 12:43 PTG

Ketegangan Perang Dagang China–AS Meningkat Usai Kontrol Ekspor AI dan Pembatalan Visa

Ketegangan antara China dan AS kembali memuncak pada Juni 2025 setelah kontrol ekspor chip AI dan pembatalan visa pelajar Tionghoa dianggap melanggar gencatan senjata dagang di Jenewa.

Ketegangan antara China dan Amerika Serikat menjadi sorotan dunia pada awal Juni 2025 setelah serangkaian kebijakan yang diambil kedua negara memicu kekhawatiran eskalasi konflik dagang. Pemerintah AS memberlakukan kontrol ekspor lebih ketat atas chip kecerdasan buatan (AI) pertengahan Mei 2025, membatasi penjualan perangkat keras dan lunak AI ke beberapa negara, khususnya China, dengan alasan keamanan nasional dan perlindungan teknologi strategis. Selain itu, Washington secara sepihak membatalkan sejumlah visa pelajar dan peneliti asal Tiongkok, yang memicu kecaman keras dari Beijing. Kebijakan ini muncul hanya beberapa minggu setelah tercapainya gencatan senjata dagang berdurasi 90 hari hasil pertemuan tingkat tinggi di Jenewa pada Maret 2025.

Kementerian Perdagangan China mengecam keras kebijakan AS tersebut dan menuduh Washington melanggar semangat serta isi gencatan senjata yang telah disepakati. Pemerintah China menyatakan telah memenuhi kewajiban pengurangan tarif impor barang AS sesuai komitmen, tetapi langkah AS dianggap mengancam stabilitas dan kepercayaan dalam hubungan perdagangan bilateral. Selain itu, Beijing mengisyaratkan kemungkinan menahan ekspor bahan tambang strategis, terutama rare earth dan logam penting lain yang menopang industri teknologi global. Meskipun berupaya menghindari eskalasi, China menegaskan siap mengambil tindakan balasan yang "tepat dan proporsional" untuk melindungi kepentingan nasional.

Kebijakan ini berdampak signifikan pada pasar keuangan internasional. Bursa saham utama di Asia dan Eropa dibuka dengan pelemahan, khususnya sektor teknologi, otomotif, dan manufaktur. Saham perusahaan pembuat chip dan produsen mobil listrik mengalami tekanan akibat kekhawatiran gangguan rantai pasok global. Harga minyak mentah juga sedikit meningkat karena kekhawatiran penurunan pasokan bahan baku dan bertambahnya biaya produksi. Para analis memperkirakan volatilitas pasar akan terus berlanjut hingga adanya kepastian dari hasil negosiasi tingkat tinggi antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada paruh kedua Juni 2025.

Persaingan teknologi dan geopolitik menjadi faktor utama memburuknya situasi. Selain kontrol ekspor chip AI, isu sensitif lain yang memanas adalah status Taiwan dan kendali atas ekspor nikel. Washington menegaskan pasokan nikel dunia tidak sepenuhnya bisa dikendalikan Beijing, mengingat pentingnya logam tersebut untuk produksi baterai kendaraan listrik. Pejabat tinggi AS menyatakan Taiwan sebagai "kepentingan strategis mutlak" bagi Amerika, yang langsung mendapat tanggapan keras dari pemerintah China. Beijing menganggap pernyataan ini dapat membahayakan stabilitas regional dan memicu gesekan militer di Selat Taiwan.

Dalam proses negosiasi, tantangan makin berat akibat isu kontrol ekspor chip yang meletus tak lama setelah pertemuan Jenewa. Delegasi China dan AS saat ini berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan resmi, berfokus pada penyelesaian di tingkat staf teknis agar tidak memperburuk ketegangan di tingkat kepala negara. Namun, beberapa pengamat menilai kedua belah pihak terjebak dalam pola negosiasi yang saling menekan dan sulit mencari kompromi. Upaya membangun kembali kepercayaan setelah insiden ini dianggap tidak mudah, terutama dengan tekanan domestik di kedua negara agar pemerintah bersikap tegas melindungi kepentingan nasional.

Hingga pertengahan Juni 2025, perhatian dunia terpusat pada kebijakan berikutnya yang akan diambil Washington dan Beijing. Para pengamat memperkirakan ketidakpastian akan berlanjut jika kedua pihak tidak memberi sinyal kesiapan untuk kembali duduk di meja perundingan. Beberapa negara mitra dagang pun mengimbau pentingnya meredam eskalasi demi menjaga stabilitas ekonomi global yang masih rentan di tengah pemulihan pasca pandemi.

Topik

Advertisement