Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Berita oleh Muhammad Faishal pada Khamis, 5 Jun 2025 pada 2:05 PG

Vietnam Hapus Dasar Dua Anak Tangani Krisis Demografi

Vietnam resmi hapus kebijakan dua anak mulai Juni 2025 untuk atasi penurunan kelahiran dan penuaan populasi dengan insentif keluarga.

Pemerintah Vietnam, melalui sidang Dewan Rakyat pada 4 Juni 2025, resmi menghapus aturan panjang hampir 40 tahun yang membatasi keluarga memiliki maksimal dua anak. Kebijakan ini dilonggarkan sebagai upaya mengatasi penurunan angka kelahiran yang terus menukik dan populasi lansia yang semakin meningkat.

Keputusan tersebut diambil setelah data terbaru menunjukkan laju fertilitas Vietnam telah turun dari 2,11 anak per wanita pada 2021 menjadi hanya 1,91 pada 2024, jauh di bawah ambang batas reproduksi 2,1. Di kota-kota besar seperti Ho Chi Minh City, angka fertilitas bahkan berada di 1,39, memperparah kekhawatiran soal neraca demografi dan keberlanjutan angkatan kerja.

Sebelumnya, meski pelarangan dibandingkan dengan kebijakan lama yang keras, penegakan kebijakan dua anak di Vietnam lebih bersifat edukatif. Namun anggota Partai Komunis yang melanggar berisiko kehilangan bonus dan hak karier selama dua tahun. Pemerintah juga menerbitkan kampanye sosial untuk mendorong keluarga tetap patuh pada aturan tersebut.

Dampak ekonomi dan sosial dianggap serius. Proyeksi resmi memperkirakan populasi usia kerja Vietnam akan mencapai puncaknya pada 2042, sementara periode “demografis emas” negeri ini diperkirakan berakhir pada 2039. Jika tidak ada kenaikan angka kelahiran, populasi keseluruhan diprediksi akan menyusut pada 2054, yang bisa memicu kekurangan tenaga kerja dan menekan pertumbuhan ekonomi.

Untuk menggenjot angka kelahiran, pemerintah memperkenalkan paket insentif finansial berupa tunjangan langsung bagi keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, perpanjangan cuti melahirkan berbayar, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis untuk anak-anak hingga jenjang sekolah menengah. Selain itu, Kementerian Kesehatan memperketat regulasi terkait aborsi selektif berdasarkan gender untuk mengatasi ketimpangan rasio jenis kelamin.

Ahli demografi Dr. Le Thi Huong dari Universitas Nasional Vietnam menyatakan bahwa penghapusan kebijakan dua anak adalah langkah “terlambat namun perlu” untuk menjaga keseimbangan demografis. Ia menyoroti bahwa budaya preferensi anak laki-laki masih kuat di beberapa wilayah, yang memicu praktik aborsi selektif dan memengaruhi struktur penduduk secara jangka panjang. Sebaliknya, beberapa aktivis hak asasi berpendapat kebijakan ini baru akan efektif jika diiringi peningkatan kualitas hidup—terutama perumahan dan biaya pendidikan yang masih di luar jangkauan banyak keluarga muda.

Secara regional, Vietnam mengikuti jejak sejumlah negara Asia yang dulu menerapkan kontrol populasi ketat seperti China dan Korea Selatan. China menghapus kebijakan satu anak pada 2015 dan dua anak pada 2021, sedangkan Korea Selatan sudah melonggarkan aturan sejak beberapa tahun lalu akibat krisis kelahiran terendah di dunia. Namun tiap negara menghadapi tantangan berbeda; di Vietnam masih terdapat kesenjangan spasial di mana provinsi pedesaan mencatat angka kelahiran lebih tinggi dibanding perkotaan.

Pemerintah Vietnam mengaku akan terus memantau pelaksanaan kebijakan baru ini melalui evaluasi tahunan. Wakil Perdana Menteri Pham Binh Minh menegaskan bahwa penghapusan aturan dua anak tidak sekadar soal kuota, melainkan upaya komprehensif mempersiapkan infrastruktur edukasi, layanan kesehatan, serta lapangan kerja bagi generasi mendatang. Ia menambahkan, “Anak ketiga tidak perlu sembunyi; kini mereka dilindungi undang-undang dan akan mendapat dukungan negara”.

Kebijakan baru ini diperkirakan akan diuji efektivitasnya dalam beberapa tahun ke depan. Jika angkah kelahiran tidak segera merangkak naik, Vietnam mungkin perlu mempertimbangkan lagi paket kebijakan yang lebih agresif atau program migrasi terencana untuk menstabilkan jumlah penduduk usia produktif.

Topik

Advertisement