Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia tercatat mengalami penurunan menjadi 4,76% per Februari 2025, menurut data resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini menjadi yang terendah sejak masa krisis ekonomi 1998, sebuah capaian yang sekilas menandakan pulihnya sektor ketenagakerjaan. Namun di sisi lain, ribuan pekerja justru kehilangan pekerjaan dalam kurun waktu yang sama. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah penurunan angka pengangguran mencerminkan kondisi nyata di lapangan?
Meskipun data BPS mencatat penurunan TPT, Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan bahwa sebanyak 26.455 pekerja telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 20 Mei 2025. Total sebanyak 2.625 perusahaan tercatat melaporkan PHK tersebut, tersebar di berbagai sektor industri.
Fenomena ini memunculkan ketimpangan antara statistik resmi dan realita dunia kerja. Banyak analis menilai bahwa penyebab turunnya angka pengangguran bukan karena peningkatan pekerjaan formal, tetapi karena perluasan sektor informal dan pertumbuhan ekonomi digital yang menyerap tenaga kerja dalam bentuk pekerjaan lepas, kontrak jangka pendek, atau freelance yang belum sepenuhnya memiliki perlindungan sosial.
Transformasi digital dan otomasi juga berkontribusi pada tingginya angka PHK, terutama di sektor manufaktur, perbankan, dan jasa. Banyak perusahaan mulai mengadopsi kecerdasan buatan dan otomatisasi demi efisiensi, yang sayangnya belum dibarengi dengan program pelatihan ulang (reskilling) yang memadai bagi pekerja yang terdampak.
Kesimpulan
Penurunan angka pengangguran memang tercatat secara statistik, tetapi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia masih menyimpan tantangan besar. Lonjakan PHK, dominasi pekerjaan informal, dan keterbatasan akses terhadap pekerjaan layak menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. Angka saja tidak cukup untuk menggambarkan kualitas hidup pekerja Indonesia saat ini.
Penutup
Pemerintah perlu menyikapi kondisi ini dengan pendekatan yang lebih menyeluruh. Selain menciptakan lapangan kerja baru, penting untuk menjamin bahwa pekerjaan tersebut layak, aman, dan memberikan jaminan sosial. Di tengah angka statistik yang menurun, para pekerja tetap membutuhkan kepastian hidup yang nyata. Seperti kata para pemerhati ketenagakerjaan:
“Grafik mungkin menurun, tapi kekhawatiran pekerja tetap meningkat.”
Tanggapan