Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Artikel oleh Mince Oktaviani pada Sabtu, 28 Juni 2025 pukul 08.35

Waspada! Menyebar Aib di Sosial Media Bisa Jadi Dosa Jariyah

Menyebar aib di media sosial demi konten viral bisa jadi dosa jariyah yang terus mengalir. Hati-hati, setiap klik dan komentar bisa berujung hisab di akhirat.

Waspada! Menyebar Aib di Sosial Media Bisa Jadi Dosa Jariyah
Some gossip spreaders use social media on freepik

Di zaman ketika setiap orang bisa jadi reporter dengan satu klik, media sosial menjelma menjadi panggung besar bagi siapa saja yang ingin dikenal. Tapi sayangnya, bukan hanya ilmu, inspirasi, atau kebaikan yang tersebar. Kini, aib orang lain pun dikemas rapi dalam bentuk konten. Dijadikan hiburan, dibumbui gosip, dan disebarluaskan demi cuan dan popularitas. Inilah wajah baru kejahatan: dosa jariyah digital.

Fenomena ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal akhlak dan konsekuensi akhirat. Ketika sebuah video mempermalukan seseorang viral, komentar jahat mengalir deras, dan para warganet seolah berlomba jadi hakim.

Aib Jadi Konten: Sensasi yang Menggiurkan

Dalam algoritma media sosial yang mengejar interaksi, konten viral menjadi emas. Sayangnya, yang paling cepat viral justru yang mengandung drama, konflik, dan aib. Dari pertengkaran suami-istri yang direkam diam-diam, pelanggaran kecil di warung makan, hingga anak kecil yang tantrum di tempat umum. Semua bisa jadi bahan tontonan, bahkan tanpa persetujuan pihak yang direkam.

Tidak sedikit yang secara sengaja mengunggah video orang lain tanpa izin hanya demi menambah followers atau memenuhi target monetisasi. Di balik dalih konten edukasi atau sekadar sharing pengalaman, tersimpan eksploitasi privasi dan penderitaan orang lain. Bahkan ironisnya, makin parah masalah seseorang, makin tinggi view dan cuan yang dihasilkan.

Padahal Rasulullah SAW telah bersabda:
"Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim)

Menyebarkan aib bukan hanya dosa pribadi, tapi juga mengundang ribuan orang ikut menonton, mengomentari, dan menghakimi. Membuatnya menjadi dosa jariyah yang terus mengalir walau si pembuat konten telah lama offline, atau bahkan meninggal dunia.

Ghibah Berjamaah: Komentar Jahat dan Budaya Cancel

Coba lihat kolom komentar di video viral. Tak jarang, kita menemukan ribuan komentar jahat, mulai dari hinaan fisik, tuduhan tanpa dasar, hingga ancaman nyata. Semua seakan merasa berhak beropini, padahal tak mengenal latar belakang sebenarnya. Di sinilah ghibah berjamaah terjadi: membicarakan keburukan orang lain, bahkan dengan fitnah.

Sayangnya, hal ini justru dianggap lumrah. Bahkan orang yang mencoba menegur akan diserang balik dengan kalimat: “Kalau nggak mau dikomentari, jangan tampil di publik.” Padahal, tampil di media sosial bukan berarti membuka izin untuk dihujat.

Sementara budaya cancel yakni menyerang dan memboikot seseorang hingga hancur reputasinya menjadi versi modern dari perundungan massal. Semua dilakukan atas nama keadilan sosial, padahal seringkali tanpa klarifikasi atau data yang utuh. Korbannya? Banyak yang depresi, bahkan sampai mengakhiri hidup karena tekanan warganet.

Apakah kita yakin tidak sedang menjadi bagian dari dosa berjamaah?

Dosa Jariyah Digital: Mengalir Tanpa Putus

Berbeda dengan dosa biasa yang berhenti ketika seseorang bertobat, dosa jariyah digital akan terus mengalir selama konten itu masih tersebar dan dikonsumsi. Bayangkan: seseorang membuat video mempermalukan orang lain, lalu diviralkan, disimpan, disebar, dan ditonton oleh ribuan orang. Setiap kali orang melihat, mengomentari, dan mempercayai hal negatif itu, si pembuat konten ikut menanggung dosanya.

Inilah bahaya dunia digital: jejaknya tak mudah terhapus. Bahkan jika video sudah dihapus, tangkapan layar dan unggahan ulang tetap beredar. Ini bukan hanya soal tanggung jawab sosial, tapi soal hisab di akhirat nanti.

Mengembalikan Akhlak di Dunia Digital

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

1. Berhenti menjadi penyebar aib. Tahan jari saat tergoda untuk membagikan konten negatif. Pikirkan, apakah ini akan memperbaiki atau malah merusak?

2. Lakukan tabayyun (klarifikasi) sebelum berkomentar. Jangan buru-buru menuduh atau menghina. Setiap cerita punya dua sisi.

3. Lindungi privasi orang lain. Jangan merekam atau membagikan kejadian tanpa izin, apalagi jika itu bisa mempermalukan orang.

4. Gunakan media sosial sebagai ladang amal. Bagikan ilmu, inspirasi, atau motivasi yang menambah nilai hidup orang lain.

5. Ajarkan literasi digital pada keluarga dan teman. Ingatkan bahwa tidak semua konten layak dikonsumsi, apalagi disebarkan.

Kesimpulan

Di tengah derasnya arus informasi, kita sering lupa bahwa jari-jemari kita adalah saksi di akhirat. Apa yang kita ketik, bagikan, dan komentari bukan hanya hilang begitu saja, semuanya tercatat. Dunia boleh menganggap menyebar aib sebagai hiburan, tapi bagi langit, itu bisa jadi awal malapetaka amal.

Mari jaga diri dari dosa jariyah digital. Bukan hanya demi menjaga nama baik orang lain, tapi juga demi menyelamatkan diri kita sendiri. Karena di balik layar ponsel yang tampak sederhana, bisa jadi sedang ada dosa yang tak terlihat tapi terus mengalir… hingga kiamat datang.

Topik