Di balik tawa anak-anak yang tampak kuat dan dewasa, sering tersembunyi luka batin yang tak terlihat. Banyak dari kita tumbuh dalam keluarga yang tak sempurna—broken home, kemiskinan, atau orang tua yang terlalu sibuk dengan masalah mereka. Dalam situasi seperti ini, anak sering dipaksa mengambil peran orang dewasa jauh sebelum waktunya. Fenomena ini dikenal sebagai parentifikasi.
Apa Itu Parentifikasi?
Parentifikasi adalah kondisi psikologis di mana seorang anak harus mengambil peran orang dewasa dalam keluarganya. Anak bisa berperan sebagai orang tua bagi adik-adiknya, bahkan bagi orang tuanya sendiri. Ini bukan sekadar membantu pekerjaan rumah seperti mencuci piring atau menyapu, melainkan anak merasa bertanggung jawab penuh secara emosional atau fisik demi kelangsungan hidup keluarga.
Ada dua jenis parentifikasi:
1. Instrumental Parentifikasi
Anak mengambil alih tugas praktis seperti memasak, mencuci, merawat adik, atau bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga.
2. Emosional Parentifikasi
Anak menjadi tempat curhat orang tua, penengah konflik keluarga, atau penanggung beban emosional orang tua.
Keduanya memberikan beban tanggung jawab yang belum siap dipikul oleh anak.
Contoh Nyata yang Sering Terjadi
Bayangkan anak perempuan berusia 10 tahun yang harus bangun pagi menyiapkan sarapan dan memandikan adiknya, sementara ibunya bekerja dari pagi hingga malam. Ia belajar sendiri, menahan lapar, dan berpura-pura kuat agar tidak menambah beban ibunya. Atau anak laki-laki yang harus selalu menenangkan ibu yang sedang depresi, mendengarkan keluh kesah setiap malam hingga ia lupa caranya bersedih karena harus tampak kuat setiap waktu.
Cerita seperti ini bukanlah hal langka. Banyak anak dari keluarga miskin, keluarga tunggal, atau yang dibesarkan oleh orang tua dengan gangguan emosional mengalaminya. Mereka sering tidak menyadari bahwa pengalaman mereka memiliki nama; yang mereka tahu hanyalah, “Aku harus kuat.”
Dampak Parentifikasi yang Sering Terabaikan
Secara lahiriah, anak-anak ini tumbuh menjadi pribadi mandiri, tangguh, dan penuh empati. Namun di dalam, mereka menyimpan luka batin yang belum sembuh.
Dampak jangka panjang meliputi:
• Kesulitan mengenali dan mengungkapkan emosi diri sendiri.
• Rasa bersalah saat memprioritaskan kebutuhan pribadi.
• Kecenderungan menarik diri atau mengalami depresi di masa dewasa.
• Hubungan yang tidak seimbang, selalu menjadi penolong atau penanggung beban.
Anak yang mengalami parentifikasi sering merasa kebahagiaan orang lain lebih penting daripada dirinya. Mereka bisa tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak tahu bagaimana rasanya dimanjakan atau merasa aman.
Pandangan Psikolog
Psikolog keluarga menyebut parentifikasi sebagai bentuk pengabaian terselubung. Meski anak tampak baik-baik saja, mereka kehilangan masa kecil. Waktu bermain tergantikan oleh tanggung jawab, masa remaja tergantikan oleh ketakutan akan kekacauan keluarga.
Menurut riset dari Jurusan Psikologi Universitas California, anak yang mengalami emotional parentifikasi cenderung mengalami gangguan kecemasan dan kelelahan emosional di usia 20-an. Mereka terbiasa menyembunyikan emosi sejak dini karena harus menjadi tempat bersandar, bukan yang disandari.
Bisakah Parentifikasi Dicegah atau Disembuhkan?
Jika kamu menyadari pernah menjadi korban parentifikasi, langkah pertama adalah menerima bahwa kamu dipaksa dewasa sebelum waktunya. Tidak semua orang memiliki masa kecil yang sempurna, dan itu bukan salahmu.
Terapi, menulis jurnal, atau bercerita kepada orang terpercaya bisa menjadi langkah awal pemulihan. Pelajari perbedaan antara tanggung jawab dan pengorbanan yang tidak sehat. Kamu berhak menetapkan batas, merasa lemah, dan yang terpenting, berhak bahagia.
Untuk orang tua, waspadailah jika anak terlihat terlalu dewasa. Anak yang sehat bukan yang selalu menolong atau tak pernah rewel, tapi yang bisa tertawa, bermain, dan merasa cukup aman untuk menunjukkan kelemahannya.
Kesimpulan
Parentifikasi bukan sekadar cerita tentang anak yang tumbuh cepat, melainkan generasi yang kehilangan masa kecilnya karena keadaan. Semakin kita mengenal istilah ini, makin besar peluang kita untuk menyembuhkan luka batin yang tersembunyi.
Jika kamu salah satu yang mengalaminya, ingat: kamu tidak sendirian. Kamu pernah menjadi anak kecil yang hebat, dan sekarang giliranmu menjadi orang dewasa yang bahagia.
Respon