Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Berita oleh Muhammad Faishal pada Ahad, 8 Jun 2025 pada 3:52 PTG

Transformasi Dunia Kerja Setelah Adopsi Luas AI: Ancaman atau Peluang?

Adopsi AI masif pada 2025 mengubah 40% pekerjaan global, memicu otomatisasi dan upskilling. Bagaimana kebijakan dan perusahaan menanganinya?

Pada 2025, adopsi kecerdasan buatan (AI) secara global telah menjangkau lebih dari 85% perusahaan, memengaruhi sekitar 40% lapangan kerja melalui otomatisasi maupun peran “agen cerdas.” Para pekerja administratif, sopir, hingga perekrut menjadi yang paling rentan, sementara organisasi menyiapkan program peningkatan keterampilan (upskilling) untuk merespons gelombang perubahan ini.

Sejak kuartal pertama 2025, laporan Technology and Innovation Report dari UNCTAD mencatat bahwa 40% profesi di negara maju dan berkembang terpapar risiko otomatisasi, terutama di sektor transportasi, logistik, dan layanan pelanggan. UNCTAD menekankan perlunya kebijakan perlindungan sosial dan pelatihan ulang (reskilling) agar transisi ini tidak memperlebar kesenjangan ekonomi.

Perubahan ini berwujud nyata di kawasan Asia Pasifik, di mana 53% pemimpin bisnis telah mengintegrasikan “agen AI” untuk sepenuhnya mengotomasi proses internal. Studi Microsoft Work Trend Index April 2025 melaporkan bahwa 84% pemimpin APAC percaya AI dapat meningkatkan kapasitas kerja, sementara karyawan melihat AI lebih sebagai “rekan pemikir” daripada sekadar alat sederhana.

Sridhar Vembu, pendiri Zoho, berpendapat bahwa robot tidak akan menghilangkan lapangan kerja, melainkan dapat menggerus kelas menengah jika tidak disertai kebijakan fiskal dan sosial yang tepat. Menurut Vembu, pekerjaan yang mengandalkan kreativitas, empati, dan keahlian khusus—seperti seni, perawatan lansia, dan pertanian—akan tetap bertahan asalkan ada dukungan pemerintah.

Di ranah akademis, Associate Professor Giuseppe Carabetta dari University of Technology Sydney memperingatkan bahwa di Australia, AI telah mengambil alih tugas administrasi untuk terapis, chatbot layanan pelanggan, dan sistem penjadwalan otomatis. Carabetta menyoroti bahwa dorongan biaya menjadi motivasi utama di balik adopsi ini, bukan semata-mata efisiensi.

World Economic Forum dalam Future of Jobs Report 2025 menegaskan bahwa 50% perusahaan berencana mengubah model bisnis dan 40% akan merelokasi atau mengurangi sebagian tenaga kerja, sementara 85% bersiap mengalokasikan anggaran besar untuk program peningkatan kemampuan. Sektor energi terbarukan, teknologi hijau, dan analitik data diprediksi tumbuh pesat.

Untuk meredam dampak sosial, lembaga internasional merekomendasikan kebijakan perpajakan baru, skema jaminan penghasilan dasar, serta kemitraan publik-swasta dalam program pelatihan. Di Eropa, Komisi Eropa telah meluncurkan "Eu-AI Pact" yang mendanai pelatihan AI bagi 10 juta pekerja hingga 2027. Sementara di Amerika Serikat, RUU "AI Workforce Upskilling Act" tengah dibahas di Kongres.

Meski tantangan besar, banyak pelaku industri optimistis. Mereka menilai AI sebagai katalis untuk menciptakan lapangan kerja baru di bidang riset, pengembangan, desain interaksi manusia-mesin, serta layanan berbasis AI. Keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada sinergi kebijakan, pendidikan, dan investasi berkelanjutan.

Topik

Muhammad Faishal

Muhammad Faishal

Founder of Makna Media

Lihat Profil

Respon