Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Artikel oleh Mince Oktaviani pada Rabu, 09 Juli 2025 pukul 10.11

Mental Health Dalam Islam: Kisah Sedih Rasulullah Dan Sahabat Yang Jarang Dibahas

Islam telah mengenal konsep kesehatan mental sejak zaman Nabi, dengan perhatian pada jiwa, hati, dan emosi manusia sebagai bagian dari ibadah dan jalan penyembuhan.

Mental Health Dalam Islam: Kisah Sedih Rasulullah Dan Sahabat Yang Jarang Dibahas
Someone sitting in deep thought at night on freepik

Di era modern, istilah mental health atau kesehatan jiwa menjadi topik penting. Banyak anak muda mulai sadar bahwa menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga fisik. Tapi pertanyaannya: adakah konsep mental health dalam Islam? Apakah Rasulullah ﷺ dan para sahabat juga mengalami stres, trauma, atau kesedihan mendalam?

Jawabannya ya. Islam memandang manusia sebagai makhluk yang utuh badan, jiwa, dan ruh. Maka, kesehatan mental bukan konsep asing dalam Islam, meski tidak disebut dengan istilah yang sama seperti sekarang.

Islam: Agama yang Peduli Jiwa

Dalam Al-Qur’an, Allah banyak berbicara tentang hati (qalb), jiwa (nafs), dan pikiran (aql). Ini menunjukkan bahwa dimensi psikologis manusia tidak diabaikan. Bahkan dalam Surah Asy-Syams (91:7-10), Allah bersumpah demi jiwa dan penyempurnaannya:

"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya."

Ini adalah bentuk pengakuan ilahi atas pentingnya menjaga kondisi jiwa. Rasulullah ﷺ sendiri adalah figur yang penuh empati dan memahami beban jiwa manusia.

Nabi Muhammad ﷺ dan Kesedihan Mendalam

Rasulullah ﷺ tidak pernah lepas dari ujian mental. Salah satu masa paling berat dalam hidup beliau dikenal sebagai ‘Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan). Dalam waktu berdekatan, beliau kehilangan dua sosok paling dicintai: istri tercinta Khadijah dan pamannya Abu Thalib.

Saat itu, Rasulullah ﷺ sempat merasa kehilangan dukungan emosional dan sosial. Beliau tetap tabah, tapi juga menunjukkan sisi manusiawinya: sedih, terpukul, dan diam sejenak dari aktivitas dakwah. Itu adalah bentuk kedukaan yang sehat bukan karena kurang iman, tapi karena cinta yang mendalam.

Sahabat Nabi yang Mengalami Tekanan Mental

Tak sedikit sahabat yang juga mengalami tekanan batin. Contohnya:

1. Bilal bin Rabah

Bilal mengalami penyiksaan fisik dan psikologis ketika mempertahankan keimanannya. Dalam kondisi terikat dan disiksa, ia tetap mengucapkan “Ahad, Ahad”. Tapi apakah dia tidak menderita secara mental? Tentu saja. Tapi keteguhan imannya menjadi penyangga bagi jiwanya.

2. Kisah Ka’ab bin Malik

Ka’ab adalah salah satu sahabat yang tidak ikut dalam Perang Tabuk tanpa alasan yang jelas. Saat Rasulullah ﷺ memboikotnya selama 50 hari, Ka’ab mengalami tekanan luar biasa. Ia ditinggal sahabat-sahabatnya, dan hidup dalam isolasi sosial. Dalam sebuah riwayat, Ka’ab mengatakan:

“Dunia terasa sempit padaku, padahal bumi itu luas...”

Kalimat ini menggambarkan perasaan depresi dan kesendirian. Namun, setelah tobatnya diterima, beban itu terangkat dan jiwanya kembali lega. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pengakuan kesalahan dan pertaubatan adalah bagian dari proses pemulihan mental.

3. Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sahabat yang terkenal lembut dan bijak ini juga dikenal sebagai seseorang yang mudah menangis. Ia menangis saat shalat, menangis saat membaca Al-Qur’an. Itu bukan kelemahan, melainkan bentuk kepekaan jiwa yang sehat.

Kesehatan Mental dalam Perspektif Ulama

Para ulama klasik pun memahami pentingnya keseimbangan jiwa. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin banyak menulis tentang penyakit hati seperti hasad (iri), ujub (bangga diri), gundah, dan was-was. Semua itu adalah gejala yang kini dikenal sebagai gangguan psikologis.

Al-Ghazali bahkan menyusun langkah-langkah terapi untuk menyucikan hati dan menyembuhkan penyakit batin. Ini bisa disamakan dengan psikoterapi berbasis spiritual.

Sementara itu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa hati yang sehat adalah yang tenang, tidak terlalu larut dalam dunia, dan terikat kuat pada akhirat.

Islam dan Penyembuhan Jiwa

Islam tidak hanya mengenali luka jiwa, tapi juga menyediakan solusi. Di antaranya:

•Shalat dan dzikir sebagai sarana menenangkan hati.

•Doa dan munajat malam sebagai bentuk curhat terdalam kepada Sang Pencipta.

•Puasa untuk mengendalikan hawa nafsu dan menenangkan pikiran.

•Majelis ilmu untuk mendapatkan pencerahan dan kekuatan ruhani.

•Bersedekah dan berbuat baik untuk membangun harga diri dan makna hidup.

Pesan untuk Generasi yang Sedang Berjuang

Kesehatan mental bukan sesuatu yang harus disembunyikan atau dianggap tabu. Nabi pun pernah bersedih, para sahabat pun pernah merasa hampa. Maka jika hari ini kita merasa cemas, tertekan, atau sedih, itu bukan karena kita kurang iman tapi karena kita manusia.

Namun, Islam tidak membiarkan kita terjebak dalam penderitaan. Ada jalan, ada cahaya, ada harapan.

Kesimpulan

Istilah mental health memang baru populer dalam era modern. Tapi nilai dan praktiknya sudah ada sejak zaman Rasulullah ﷺ. Islam telah mengajarkan bahwa jiwa perlu dijaga, hati perlu dirawat, dan emosi manusiawi perlu dihormati.

Kesehatan mental adalah bagian dari ibadah. Maka mari rawat jiwa kita, sebagaimana kita merawat tubuh kita dengan cinta, sabar, dan terus berharap pada rahmat Allah.

Topik