Pada 9 Juni 2025 pengguna media sosial pertama kali melaporkan bahwa citra satelit Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, diburamkan oleh Google Maps sehingga permukaan tanah tidak dapat diamati dengan detil. Pulau kecil yang menjadi lokasi penambangan nikel PT Gag Nikel itu sebelumnya menampilkan area terbuka berwarna coklat akibat pembukaan lahan tambang pada Google Maps.
Badan Pengelola Google Maps mengonfirmasi bahwa permintaan pemburaman dapat diajukan oleh pemilik properti atau pihak berwenang, dan bila disetujui pemburaman bersifat permanen. Pihak Google menyatakan prosedur ini untuk melindungi privasi, bukan khusus untuk menyembunyikan aktivitas pertambangan.
Sementara itu, di platform Bing Maps citra satelit Pulau Gag belum diburamkan. Berdasarkan pengujian melalui perangkat lunak pemetaan pihak ketiga, lapisan Bing Maps tetap menampilkan area tambang dan pondasi jalan yang jelas, memungkinkan pengamatan langsung bekas bukaan lahan tambang nikel. Hal ini selaras dengan citra Sentinel‑2 terbaru tanggal 29 Maret 2025 yang juga memperlihatkan lahan coklat akibat pembukaan area tambang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah beberapa kali melakukan peninjauan lapangan sejak 26 Mei hingga 31 Mei 2025 dan menemukan kerusakan lingkungan akibat sedimentasi di pesisir Pulau Manuran dan Pulau Kawe. Meski empat izin usaha pertambangan di luar Pulau Gag telah dibekukan, izin operasi PT Gag Nikel masih berjalan sambil menunggu verifikasi dokumen dan rencana reklamasi.
Aktivis dari Greenpeace Indonesia menilai pemburaman citra oleh Google Maps dapat menghambat pengawasan publik terhadap dampak pertambangan dan menuntut transparansi penuh data lapangan. Di sisi lain, Gubernur Papua Barat Daya dan Menteri ESDM menyatakan kondisi Pulau Gag tidak seburuk yang digambarkan oleh beberapa video viral di media sosial, dan mendorong masyarakat mengutamakan data verifikasi lapangan sebelum menarik kesimpulan.
Tanggapan