Logo Makna Media
Makna Media
Tema
Berita oleh Mince Oktaviani pada Rabu, 25 Juni 2025 pukul 05.44

Pidato Prabowo di SPIEF 2025: Seruan Kemanusiaan yang Menggetarkan Dunia

Presiden Prabowo di SPIEF 2025: Dunia harus utamakan kemanusiaan, bukan kekuatan. Seruan moral ini menggugah pemimpin global dan publik internasional.

Pidato Prabowo di SPIEF 2025: Seruan Kemanusiaan yang Menggetarkan Dunia
The president delivered a speech at the podium on presiden RI.go.id

Di tengah dinginnya atmosfer geopolitik global dan panasnya perang kepentingan antar negara adidaya, sebuah pidato menggema dari panggung St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan seruan yang berbeda dari narasi umum dalam forum-forum semacam ini. Dunia, katanya, harus mulai bicara soal kemanusiaan, bukan sekadar kekuatan.

Pada 24 Juni 2025, Presiden Prabowo berdiri di hadapan para pemimpin dunia, investor, dan pengamat global di Rusia. Bukannya mengangkat isu ekonomi, teknologi, atau pertumbuhan strategis, Prabowo memilih jalan yang lebih sunyi namun lebih dalam. Ia bicara soal nilai-nilai nurani, keadilan, dan keberpihakan terhadap yang lemah.

Kekuatan yang Tak Bernyawa Bila Tanpa Belas Kasih

"Tanpa belas kasih, kekuatan hanyalah alat penghancur," ucap Prabowo dalam pidatonya, disambut tepuk tangan panjang para delegasi. Kalimat itu tidak datang dari ruang kosong. Dunia sedang tercekik oleh konflik berkepanjangan. Gaza dilanda kelaparan dan kematian, Ukraina belum damai, dan pengungsi internal terus bertambah di berbagai belahan dunia.

Prabowo menegaskan bahwa dunia tak bisa lagi menilai suatu negara hanya dari besar anggaran militernya, kecanggihan teknologinya, atau seberapa kuat aliansi ekonominya. Ukuran kekuatan sejati, menurutnya, adalah kemampuan sebuah bangsa menjaga martabat manusia lain, terlebih yang paling rentan adalah anak-anak, perempuan, dan warga sipil tak berdosa.

Pidato yang Menggugah Dunia

Bukan tanpa alasan pidato ini menjadi viral dan diperbincangkan luas. Di tengah banyaknya kepala negara yang berbicara tentang perdagangan, investasi, dan masa depan AI, kehadiran Prabowo menjadi suara nurani yang menyentuh sisi terdalam kemanusiaan kita.

Seruan ini datang pada waktu yang tepat. Ketika dunia dilanda kemiskinan ekstrem, kelaparan di Gaza mencapai titik kritis, dan krisis pengungsi mengubah wajah kawasan, suara Indonesia membawa harapan baru. Prabowo bukan hanya berbicara sebagai Presiden, tetapi juga sebagai mantan tentara, yang memahami bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada senjata, tapi pada kebijaksanaan menggunakan kekuatan itu untuk melindungi kehidupan.

Indonesia dan Diplomasi Kemanusiaan

Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia aktif di kancah diplomasi kemanusiaan. Pemerintah merencanakan evakuasi ratusan anak yatim dan pelajar dari Gaza ke Indonesia. Bantuan kemanusiaan dikirimkan, bukan hanya dalam bentuk logistik, tapi juga dalam bentuk perlindungan dan harapan hidup baru.

Dalam forum SPIEF, Prabowo menegaskan kembali peran Indonesia sebagai penjaga etika global, yang tidak tunduk pada kutub kekuasaan manapun, melainkan berdiri bersama yang tertindas. “Kita ingin menjadi kekuatan moral di dunia ini,” ucapnya.

Mengapa Dunia Harus Mendengar?

Kita hidup di era informasi, tapi juga di era disinformasi. Narasi kekuatan, persaingan geopolitik, dan kepentingan strategis sering kali menenggelamkan suara mereka yang paling menderita. Inilah yang membuat pidato Prabowo terasa seperti sebuah alarm bahwa kita, sebagai umat manusia, telah terlalu lama membiarkan kekuatan bicara sendiri tanpa diimbangi dengan belas kasih.

Kita membangun roket, AI, dan senjata canggih, tapi masih gagal memberi makan anak-anak yang kelaparan. Kita membuat forum ekonomi bergengsi, tapi lupa menyebutkan Gaza, Sudan, Kongo, atau pengungsi Rohingya. Inilah paradoks dunia modern dan inilah yang coba dipecahkan oleh seruan Prabowo.

Pesan yang Harus Menjadi Gerakan Global

Prabowo tidak bicara tentang politik. Ia bicara tentang nurani manusia. Tentang bagaimana dunia bisa berubah bukan dengan saling mengintimidasi, tetapi dengan saling menolong. Bukan dengan berlomba membuat aliansi pertahanan, tetapi dengan memperkuat jaringan pertolongan kemanusiaan.

Pernyataan itu bukan hanya kutipan indah dari pidato, melainkan seruan global untuk perubahan paradigma. Jika negara-negara besar dan organisasi dunia mau mendengar, kita bisa melihat arah baru dalam diplomasi internasional. Dari kekuatan menuju keberpihakan, dari dominasi menuju empati.

Kemanusiaan adalah Jalan Pulang

Dalam dunia yang begitu keras dan kompetitif, suara Prabowo mengingatkan kita akan satu hal mendasar: kita semua adalah manusia. Kita bisa berbeda agama, warna kulit, atau bendera negara, tapi penderitaan seorang anak yang kehilangan keluarganya di Gaza adalah luka kita bersama.

Hari ini, dunia sedang diuji. Bukan tentang siapa yang menang, tapi siapa yang masih punya hati. Di forum yang biasanya membicarakan dolar dan pasar, Presiden Indonesia memilih bicara tentang air mata, luka, dan harapan. Dan mungkin, di situlah letak kekuatan sejati seorang pemimpin.

Mari kita dengarkan. Bukan karena Prabowo adalah Presiden, tapi karena ia berkata jujur tentang sesuatu yang selama ini terlalu sering kita abaikan: kemanusiaan.

Topik

Whatsapp Facebook Twitter Linkedin Pinterest Telegram

Kreator

Mince Oktaviani

Mince Oktaviani

Lihat Profil

Tanggapan (1)

Azizah Islami
Azizah Islami 4 hari yang lalu

Topik ini memang penting untuk dibahas, kak, jangan berhenti menyuarakan sesuatu selama itu benar. Siapa tahu ada yang hatinya tergerak dan merasa terinspirasi.

Lihat Semua Tanggapan