Presiden Donald Trump mengumumkan pada 22 Juni 2025 bahwa militer Amerika Serikat telah melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan pada Sabtu malam sebelumnya, secara resmi bergabung dengan operasi serangan Israel untuk melemahkan program nuklir Teheran.
Menurut pernyataan Gedung Putih, serangan ini menggunakan bomber B-2 dan rudal Tomahawk, termasuk bom bunker-buster untuk menembus pertahanan terkuat di Fordow, dan dianggap berhasil menghancurkan infrastruktur kunci. Trump menegaskan bahwa jika Iran terus menolak tuntutan dialog damai, AS akan melancarkan serangan lebih berat.
Di Washington, reaksi politisi terbelah. Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer menuntut pemungutan suara untuk mengawasi tindakan militer sesuai War Powers Act, sementara sejumlah senator Republik, termasuk Roger Wicker dan Jim Risch, memuji keputusan sebagai respons tepat terhadap ancaman Iran. Kritikus seperti Rep. Alexandria Ocasio-Cortez menyatakan serangan tanpa mandat Kongres melanggar konstitusi dan bisa jadi dasar pemakzulan.
Teheran mengecam serangan itu sebagai agresi dan menegaskan akan melanjutkan pengayaan uranium serta menyiapkan balasan terhadap target AS dan Israel. Juru bicara Badan Tenaga Atom Iran menyebut kerusakan minimal karena sebagian peralatan telah dipindahkan sebelumnya untuk menghindari risiko radiasi.
Komunitas internasional mengkhawatirkan eskalasi lebih luas. Sekjen PBB António Guterres menyerukan penghentian operasi militer dan kembali ke jalur diplomasi, sementara Arab Saudi dan Turki mendesak kedua belah pihak menahan diri demi stabilitas kawasan. Para pakar energi juga memperingatkan potensi lonjakan harga minyak global akibat ketidakpastian keamanan di Teluk Persia.
Tanggapan (1)
Keren, lanjutkan š¤